Jam menunjukan pukul 9 pagi waktu indonesia bagian barat. Matahari sudah lumayan tinggi, tapi angin masih bawa sisa-sisa dingin malam. Suasana komplek yang mulai hidup seperti ada suara motor lewat, mesin las punya tetangga, dan kicauan burung gereja ribut di atas kabel listrik.
Saat itu Rin sedang berdiri di depan rumah Isagi, Rin bersandar di motornya. Jaket hitamnya dibiarkan terbuka. Baru saja 1 menit ia menunggu, tiba — tiba pintu terbuka. “Temen isagi ya?” ternyata itu suara ibunya Isagi yang muncul dari balik pintu, dengan wajah ramah. “Iya, tante. Saya mau jemput Isagi” jawab Rin sopan.
“Eh ini Rin yang dulu satu SMP sama Isagi ya?, sekarang udah nambah tinggi aja ya kamu, masuk dulu gih, Rin. Tante baru aja bikin teh—” Tak lama kemudian terdengar langkah yang cepat, dengan nafas terengah–engah karena berlari sambil membawa helm bogo cargloss ditangannya, ternyata itu seorang pria dengan hairclip bintang di poninya. “Enggak usah, Bunda” potong Isagi buru-buru. “Kita langsung jalan aja, ayuk rin”
Ibu isagi melirik ke arah anak semata wayang—nya sebentar, ia baru saja menyadari situasi ini, pipi anaknya terlihat memerah seperti buah tomat ‘lucu sekali anakku’ pikirnya dengan tersenyum jahil. Ibu isagi cuma angguk, lalu kembali masuk ke rumah. Rin sempat salah tingkah karena penampilan isagi hari ini sangat cantik, apalagi dengan hairclip diponinya isagi, sampai–sampai tidak sadar bahwa Isagi sudah nangkring di jok belakang.
Menyadari akan hal tersebut Rin langsung menyalakan mesin motor. Rin melihat ke arah spion lalu berkata “Pake helm–nya ya isa, nanti kalau peluk gue juga gapapa” ujar Rin dengan pelan. Isagi langsung memakai helm yang ia bawa, sambil tersenyum sedikit. “Ini kalau gua nanya what are we rin wajar gak kira kira” Rin merespon dengan kekehan kecil sembari memakai helm-nya sendiri. “Isa dari dulu emang lucu banget deh”.
Motor mulai jalan, masuk ke jalanan besar yang mulai ramai. Isagi melihat sekeliling, terlihat ada anak sekolah yang telat, tukang ojek sedang mengantarkan pesanan, dan ibu-ibu yang bawa belanjaan. Rin bertanya tanpa menengok, dengan suara pelan tapi jelas. “Mau kemana dulu Isa? Mau makan? Lo udah sarapan belum?” Isagi jawab setelah beberapa detik, “Gue belum makan sih, Rin. Nggak sempet tadi.” Rin terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu lalu ia bertanya “Isa suka bubur?” tanya rin.
Isagi tidak mendengar pertanyaan itu karena ada motor dengan knalpot brong yang lewat. “Hah, apa rin?” jawab isagi dengan rasa kesalnya terhadap pengendara knalpot brong tadi. Rin pun bertanya sekali lagi “Isa, suka bubur ga?”. Isagi berpikir sejenak lalu ia segera menjawab pertanyaan rin “suka kok rin”. Lalu Rin menyalakan lampu sein kiri, dan ia berbelok ke arah kiri, lalu ngerem pelan di Indomaret dekat lampu merah. “Nyabu dulu, yuk. Bubur langganan gue masih buka.” ujar rin. Isagi tertawa kecil karena kalimat rin “Lu belajar kata kata begitu dari mana sih, gue kira orang pinter gak doyan brainrot” ucap Isagi.
Mereka pun duduk berdua di bangku plastik warna biru, mereka makan sambil dengerin suara jalanan. Sesekali ngobrol pelan. “Abis ini mau main ke ITB dulu atau mau jalan jalan ke tempat lain Isa?” Tanya rin sambil mengambil bubur nya sesendok “Main ke ITB ganesha dulu yuk, kalau pagi gini enak deh main di taman-nya, kebetulan gua bawa digicam nih” jawab isagi. Rin pun mengangguk setuju dan mereka pun lanjut menikmati bubur cirebon di era rezim jahat ini.
Langit pagi di Bandung mulai berwarna biru muda ketika Rin dan Isagi sampai di Taman Ganesha. Udara sejuk menggelitik kulit mereka, angin semilir membawa aroma daun dan bunga yang tumbuh liar di sekitar taman. Suasana masih sepi, hanya terdengar beberapa suara burung dan langkah pelan orang-orang yang sedang jalan.
Isagi menggantungkan kamera digicam-nya di leher, dan matanya berbinar-binar seperti anak kecil. “UWAAHHHH, adem banget Rin disini pencahayaan buat fotonya juga bagus banget!” Rin hanya tersenyum kecil, lalu berdiri di dekat isagi, “Mau gue fotoin? Lu hari ini cantik banget, cocok sama suasana pagi ini” ucap Rin sambil tersenyum ke arah isagi. “Apasih Rin!” jawab Isagi sambil menaikkan kamera dan menjepret beberapa kali. Setelah itu, mereka berkeliling untuk mencari-cari spot date selfie berdua dengan latar pepohonan dan langit yang jernih. Tawa mereka pecah berkali-kali karena hasil fotonya kadang blur atau angle-nya aneh. Setelah puas berkeliling, mereka duduk di bangku taman yang agak jauh dari keramaian, lalu Rin membuka percakapan “it’s nice to having fun with someone like you, isagi”
Isagi diam sebentar, menatap tanah, lalu menoleh ke arah Rin dengan senyum geli. “your welcome i guess” jawab isagi dengan sedikit tertawa. Lalu Rin mendekatkan wajah nya ke muka isagi, lalu menoel jepitan rambut isagi “this hair clip looks good on you” ujar Rin lalu ia kembali menjauhkan wajahnya dari isagi dan menatap ke langit sambil bersandar pada kursi taman.
Setelah Isagi mendengar hal tersebut dia pun langsung menjawab kalimat Rin “thank you” mendengar hal itu Rin pun segera menatap isagi “Kalau sama gue sering sering pake hair clip sa. Cantik soalnya”. Ketika mendengar hal itu Isagi langsung memalingkan wajahnya yang sudah semerah tomat. Gila saja kalau dia dapat menatap wajah Rin yang sedang menggodanya?!?!
Hening sejenak, lalu Rin meledak tertawa, diikuti Isagi yang gak bisa menahan senyum geli. Tawa mereka kembali menyatu dengan udara pagi yang segar dan damai di tengah hiruk-pikuk dunia yang terus berputar. Di saat itu, rasanya cuma mereka berdua yang ada di dunia.
Langit yang tadinya berwarna biru cerah kini sudah berubah jadi oranye keemasan saat matahari mulai turun perlahan. Setelah seharian keliling kota, dari Taman Ganesha, nyasar ke toko buku, beli es krim di pinggir jalan, sampai bermain time zone—mereka akhirnya mutusin untuk pulang.
Isagi duduk di jok belakang motor Rin, kepala bersandar ringan ke punggung temannya itu. “Capek juga ya.. gue ngantuk..”
Rin melirik kaca spion, matanya menangkap Isagi yang hampir tertidur. “Kalau lo tidur di belakang, gw rem ya biar lo jatoh” candanya.
Isagi ngedumel pelan “Kalau gitu nanti gue tinggal meluk lo, biar kita jatoh bareng sampe dipisahin warga”. Mendengar hal konyol itu, tawa Rin pun terlepas
Motor Rin melaju pelan menyusuri jalanan yang mulai macet. Cahaya senja menari-nari di helm mereka, membuat bayangan panjang di aspal yang berwarna keemasan. Isagi membuka mulut lagi setelah beberapa menit hening.
“Rin… hari ini seru banget. Gue suka… Makasih ya udah ajak gue main”
“Gue juga,” jawab Rin cepat.
Rin ikut ketawa, lalu pelan-pelan ngerem di pinggir jalan dekat rumah Isagi . Mereka gak langsung turun dari motor, suasana tiba-tiba jadi hening lagi, tapi bukan canggung—lebih ke nyaman. Angin sore lewat pelan, membawa wangi tanah hangat dan suara adzan magrib dari kejauhan.
Tak lama kemudian isagi beranjak turun dari motor rin. Rin pun melambaikan tangan saat Isagi masuk ke pintu rumahnya. Sebelum motor Rin benar-benar pergi, Isagi sempat teriak kecil, “Rin!”. Rin noleh cepat.
“Thanks for today. Nanti ajak gue main lagi ya!”
Rin angguk, senyum kecil di wajahnya gak hilang sampai langit berubah jadi gelap, dan lampu-lampu kota mulai menyala satu per satu.
— written by @dokjametalurgi